MUHAMMAD IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHOLIB,
S.I.Kom.I.
Mengapa
judul tulisan ini seperti itu? Itu sengaja saya berikan, karena bentuk terima
kasih terhadap seseorang yang mempunyai jasa besar di dunia namun tidak
menempuh jenjang pendidikan sarjana seperti apa yang saya lakukan. Moh Hatta
saja tanpa sekolah diberi gelar insinyur, padahal dia hanya merubah bagian
kecil dari dunia (Indonesia).
SEJARAH PR (PUBLIC RELATIONS)
Public relations yang dikenal dengan Humas adalah hasil dari
perkembangan praktik humas pada masa lalu. PR merupakan kegiatan yang dari dulu
sudah ada dan dilakukan sejak berabad-abad yang lalu. Namun manusia terlambat
menyadari keberadaan PR tersebut.
PR berusia sama dengan usia peradaban manusia. Bahkan orang-orang primitive
sudah menerapkan dan mengetahui seberapa pentingnya PR. Hanya saja mereka belum
mempunyai istilah yang pas untuk menamai kegiatan ini. Jika diamati,
unsure-unsur bertukar informasi, membujuk, dan mengintegrasikan masyarakat
sudah terjadi sejak dulu. Ini terbukti dengan harmonisnya hubungan antar
manusia, antar kelompok, maupun manusia dengan kelompok di dalam pergaulan
mereka. Hal tersebut terjadi karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
yang saling pengertian, saling menguntungkan antara kedua belah pihak, dan keuntungan
berupa kesenangan antar keduanya.
Public relations memang mulai dikenal pada abad 20-an. Namun
secara historis, tehnik-tehnik PR sudah diterapkan sejak zaman dulu. Dan
lagi-lagi saya pertegas, manusia terlambat menyadari kegiatan PR ini.
Dalam sejarah islam, sejarah PR terjadi tatkala Rasul (Muhammad saw)
mengutus Ja’far bin Abu Tholib, selaku ketua delegasi umat Islam pada tahun 1
H, untuk menyampaikan dakwah kepada Raja Najasyi di Habsyah. Seain itu beberapa
peristiwa PR terjadi pada ceremonial kedatangan Nabi Sulaiman as yang
disambut meriah oleh Ratu Balqis karena Nabi Sulaiman diistimewakan oleh Ratu
Bilqis. Acara penyambutan tersebut menerapkan praktik PR dalam bidang
protokoler, dimana susunan acara disusun secara rapi. Seremonial acara juga menerapkan
kegiatan PR seperti adanya penyambutan, adanya MC (Master of Ceremony),
dan adanya kepanitiaan yang dibentuk. Acara ini meremajakan Nabi Sulaiman,
disertai dengan tujuan agar Nabi Sulaiman merasa dihargai oleh Ratu Balqis.
Ratu Balqis-pun menjaga citranya sebagai seorang putri yang kaya raya dan penuh
tata krama.
Aktivitas PR juga diterapkan
oleh Ratu Cleopatra saat menjamu kedatangan Mark Anthony. Kedatangan Mark
Anthony disambut dengan meriah oleh Cleopatra dengan menunjuk lokasi di tepi
sungai Nil. Cleopatra ingin menujukkan keindahan Nil dan menunjukkan keindahan
serta kelembutannya sebagai seorang perempuan. Hal ini merupakan pencitraan
yang dilakukan oleh Cleopatra untuk Mark Anthony. Cleopatra menginginkan agar
pertemuannya dengan Anthony dapat berlanjut dengan hubungan kerjasama yang baik
dan menguntungkan keduanya. Cleopatra sebagai pembeli dan Mark sebagai penjual.
Kaitan dalam komunikasi adalah “pesan pertama merupakan hal yang penting untuk
hubungan selanjutnya”. Artinya jika kesan pertama buruk maka kerjasama itu
tidak akan terwujud.
Praktek selanjutnya dilakukan oleh Gilda. Gilda adalah sekumpulan
orang yang mempunyai mata pencaharian sama yaitu berdagang. Awal mulanya mereka
berkumpul membentuk organisasi untuk mengurangi persaingan internal (antar
anggota) maupun persaingan eksternal (persaingan dagang keluar). Mereka meningkatkan produksi dan memperluas
pasar untuk mendapat keuntungan yang besar. Cara mereka memperluas pasar dengan
memberikan informasi kepada khalayak umum sebanyak-banyaknya mengenai apa yang
mereka jual. Informasi yang di-share kepada public ini adalah
keunggulan produk mereka yang dapat memikat pembeli. Hal ini mempresentasikan
PR dalam peranannya sebagai komunikator. Mereka menyebar informasi sebanyak
mungkin mengenai produk mereka agar tujuan dari Gilda dapat tercapai, yakni
mendapat laba sebesar-besarnya.
Pada abad XVIII adalah Thomas Jefferson yang menyampaikan istilah Public
Relations pada kongres X yang dilaksanakan di Amerika Serikat tahun 1807.
Saat itu istilah PR disampaikan Jefferson dan dihubungkan dengan Foreign Relations.
Tahun 1882, di Yale Law School, digunakan istilah PR dalam
pidato sambutan dengan judul “The Public Relations and Duties of The Legal
Profession”. Istilah ini juga tercantum dalam The Yearbook of Railway
Literature tahun 1897, dimana penggunaan ini digunakan dengan menghubungkan
American Railway.
Kemudian Edward I. Bernays, menyampaikan kepada publik bahwa dirinya
berhak diberi gelar The Father of Public Relations karena jasanya mengenalkan
kepada dunia tentang PR. Dia memberikan julukan kepada dirinya sendiri karena
jasanya mengenalkan istilah PR melalui bukunya Crystallizing Public Opinion
yang terbit tahun 1923. Akan tetapi ada juga yang menganggap penemu Modern
Public Relations adalah Ivy Lee. Karena pada tahun 1921 ia telah memulai
menerbitkan sebuah bulletin dengan nama Public Relations di NY.
Sebelumnya Ivy Lee sudah dikenal oleh masyarakat luas karena jasanya kepada Pennsylvania
Railroad. Sebuah perusahaan perkeretaapian dimana Lee menjabat sebagai Executive
assistant to the president, dan hal itu merupakan pengangkatan pertama kali
seorang PR dengan tingkat Policy Making. Dengan masuknya Lee, perusahaan
mampu memperoleh keuntungan yang sangat besar. Oleh karena itu sebagian orang menyebut bapak Public Relation adalah
Ivy Lee.
PR (PUBLIC RELATION)
DALAM ISLAM
Dalam Tadzkiratud Daulat
karya Ustadz Bahiyul Khuli mendefinisikan dakwah sebagai suatu sistem
komunikasi yang ditimbulkan dari interaksi antara individu maupun kelompok manusia
yang bertujuan memindahkan umat dari situasi yang negative (Jahiliyah)
ke situasi yang positif. Definisi ini sama dengan makna dari Public
Relations, yaitu komunikasi yangn bertujuan untuk menciptakan hubungan
harmonis antara perusahaan/intuisi dan publiknya, serta untuk menciptakan opini
publik yang positif mengenai perusahaan tersebut.
PR dalam islam memang identik dengan dakwah yang bertujuan untuk
mengenalkan islam pada manusia. Pada era Rasul, sejarah PR bermula saat Rasul
memerintahkan Ja’far bin Abu Tholib untuk menyampaikan dakwah kepada Raja
Najasyi di Habsyah, seperti yang sudah diulas di atas.
Landasan nabi memilih Ja’far bin Abu Tholib karena Ja’far merupakan
seorang (PR) yang tepat dalam mengemban misi tersebut. Ia dipercaya memiliki
kriteria PR yang baik. Misalnya Ja’far mempunyai kemampuan dalam ilmu
perbandingan agama, menghafal Qur’an, memiliki nalar akademik yang sistematis,
maupun kemampuan retorika yang mampu mengikat lawan bicara. Itulah penugasan
pertama dari penerapan PR dalam Islam.
Memang tidak dapat dipungkiri, orang yang paling sukses menjadi PR
adalah Muhammad saw, dengan dakwah islam yang mampu diterima publik. Muhammad
saw mempunyai potensi yang luar biasa yang mendasari Michael H. Hart -seorang
penulis barat- dalam bukunya yang terkenal, “The 100 Ranking of Most
Influental Person in History”, menempatkan nama Nabi Muhammad di posisi wahid.
Hal ini tidak lepas dari kegemilangan Muhammad dalam memimpin dan menyebarkan
islam.
Seperti yang kita ketahui bahwa Muhammad berhasil menyebarluaskan
islam dengan singkat ke seluruh dunia. Dalam proses penyebarluasan itu juga
melalui berbagai rintangan. Namun pada akhirnya dunia menyaksikan islam dalam waktu singkat. Yang kemudian merambat
dari Arab menyebar menyusuri wilayah Asia, Afrika, hingga di seberang Eropa.
Menurut L. Stoddart dalam bukunya The New World of Islam
menyatakan, bangkitnya islam merupakan suatu peristiwa paling menakjubkan dalam
sejarah manusia. Hanya dengan waktu singkat –satu abad- islam hampir mengenangi
seluruh bagian bumi. Dari sebuah suku yang terbelakang dan berada di padang
tandus, islam mampu menghancurkan kerajaan-kerajaan besar dan memusnahkan
beberapa agama besar yang sudah bernama sebelumnya. Muhammad mengadakan
revolusi berfikir dalam jihad an bangsa, serta membina satu dunia baru, yaitu
dunia Islam.
Pertama kali Rasul berdakwah, masyarakat islam berada dalam
kejahiliyahan dan mempunyai moral yang buruk. Sementara peradaban Arab tidak
mempunyai nilai sama sekali. Dari situasi itulah Muhammad mendapat utusan dari
Allah untuk membenahi moral dan budi pekerti mereka. Dan Rasul tentunya
berhasil dan merubah suasana arab dari kejahiliyahan menjadi masyarakat yang
beriman dan bertauhid. Merekapun (tabi’in) mulai menjadi pengikut setia
Nabi Muhammad saw.
Kesuksesan inilah yang menjadi pekerjaan bagi peneliti sejarah.
Kesuksesan inilah yang perlu dipelajari dan diketaui sebagai pedoman bagi
pelaku public relations mengenai sifat dan sikap nabi Muhammad dalam
berdakwah, mengajak manusia ke jalan yang benar dengan mengadakan komunikasi
dengan mereka. Sehingga tujuan dari perluasan islam dapat tercapai.
Literasi
Firdaus, Iqra. 2013. Kiat
Hebar Public Relations ala Nabi Muhammad Saw. Yogyakarta: Diva Press.
Stoddart, L. 1996. The
New World of Islam. Jakarta: Panitia Penerbit.
Tidak ada komentar: