needdesignpartner

reblog http://weneeddesignpartner.blogspot.com/

you will need designpartner

Posts

Comments

Blogger

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio

    Posted by: Unknown Posted date: 01.57 / comment : 0


    Ranuwijaya, Utang. 1996. Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama.

    HADITS PADA MASA RASULULLAH SAW
    Periode: 13 Sebelum Hijriyah s.d. 11 Hijriyah / 610 s.d. 632 M. 23 tahun.
    Merupakan masa penurunan wahyu (‘ashr al-wahyi) dan masa pertumbuhan hadits. Wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasul dijelaskan melalui perkataan (aqwal), perbuatan (af’al), dan ketetapan (taqarir) kepada para sahabat.


    1.      BEBERAPA PETUNJUK RASUL
    Rasul adalah seorang guru dan Pembina bagi sahabatnya.

    2.      CARA PENYAMPAIAN HADITS
    Ada beberapa teknik rasul dalam menyampaikan hadits kepad apara sahabat, yang disesuaikan dengan kondisi mereka:
    1)      Melalui Jamaah Majlis al-‘Ilmi
    Melalui para jamaah pada pusat pembinaan yang disebut majlis al-‘Ilmi. Melalui majelis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits sehingga mereka mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti kegiatannya.
    2)      Melalui para sahabat tertentu.
    Pada kesempatan tertentu rasul menyampaikan haditsnya melalui para sahabat tertentu kemudian dari sahabat disampaikan pada orang lain.
    3)      Melalui Ceramah
    Melalui pidato di tempat terbuka, seperti saat haji wada’ dan fathul makkah.
    4)      Dengan memberi contoh langsung
    Perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabat (jalan musyahaddah)

    Tempat yang digunakan rasul untuk berdakwah seperti masjid, rumahnya sendiri, dalam perjalanan (safar), dan ketika berada di rumah (muqim).[1]




    Ada beberapa tujuan rasul menyampaikan hadits kepada sahabat adalah:[2]
    1)      Sebagai pernjelas kandungan ayat yang telah turun.
    2)      Menjelaskan kepastian hokum yang ada dalam fenomena yang terjadi
    3)      Menjawab pertanyaan yang diajukan sahabat tentang fenomena yang terjadi.
    4)      Menjelaskan kepastian hokum yang terjadi di masyarakat.
    5)      Menjelaskan aqidah yang salah yang tidak sesuai dengan ajaran islam.

    3.      KEADAAN SAHABAT DALAM MENERIMA DAN MENGUASAI HADITS
    Dalam menerima hadits para sahabat dibedakan oleh rasul. Ada yang menerima banyak hadits dan ada yang menerima sedikit hadits. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
    1)      Perbedaan kesempatan bersama rasul
    2)      Perbedaan kesanggupan bersama rasul
    3)      Perbedaan pemahaman dan kesungguhan menghafal
    4)      Perbedaan waktu awal masuk islam
    5)      Perbedaan kemampuan menulis hadits

    Ada banyak sahabat yang menerima banyak hadits karena sebabnya, diantaranya:[3]
    a.      As-sabiqunal awwalun (orang yang pertama masuk islam)
    Karena lebih awal masuk islam, seperti Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tolib, dan Abdullah bin Mas’ud.
    b.      Ummahat al-mukminin (para istri Rasul)
    Mereka yang pribadinya lebih dekat dan sering dengan rasul, seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah. Hadits berupa permasalahan keluarga, pribadi, dan tata cara pergaulan.
    c.       Para sahabat yang dekat dengan Rasul
    Mereka yang selalu dekat dengan rasul, seperti Abdullah Amru bin Ash.
    d.      Sahabat yang meskipun tidak lama dengan rasul, namun efisien dalam memenfaatkan peluang untuk bertanya.
    e.       Sahabat yang sungguh mengikuti majlis rasul dan sahabat yang tergolong hidup lebih lama dari wafatnya Rasul.

    4.      PEMELIHARAAN HADITS DALAM HAFALAN DAN TULISAN
    A.      Aktifitas Menghafal Hadits
    Ada alasan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada sahabat dalam memaksimalkan kekuatan menghafal hadits.
    1)      Menghafal adlaah kegiatan budaya orang arab
    2)      Mereka terkenal kuat dalam hafalan
    3)      Rasul memberi spirit berupa do’a
    4)      Sering dijanjikan Rasul tentang kebaikan akhirat.

    B.      Aktifitas Mencatat dan Menulis Hadits
    Diantara para sahabat yang menulis hadits dan memiliki catatannya sebagai berikut.
    1.       Abdullah Amru bin Ash (27 SH s.d. 63 H)
    2.       Jabir bin Abdillah (16 SH s.d. 78 H)
    3.       Anas bin Malik (10 SH s.d. 93 H)
    4.       Aub Hurairah ad Dausi (19 SH s.d. 59 H)
    5.       Abu Syah / Umar bin Saad al-Anmari
    6.       Abu Bakar ash-Shidiq (50 SH s.d. 13H)
    7.       Ali bin ABi Tholib (23 SH s.d. 40 H)
    8.       Abdullah bin Abbas (3 SH s.d. 68 H)


    HADITS PADA MASA SAHABAT
    Periode: 11 H s.d. 40 H
    Periode kedua perkembangan hadits pada amsa Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Disbeut dengan masa sahabat besar.
    Masa ini menunjukkan adanya pembatasan atau memperketat periwayatan hadits. Pada masa ini belum begitu berkembang karena para sahabat masih fokus dalam pemeliharaan dan penyebaran al-Qur’an.

    A.      MEMELIHARA AMANAH RASUL
    Pada generasi pertama yang menerima amanah terbesar ummat, adalah menerima dan melaksanakan amanah Rasulullah yang tertuang dalam Qur’an dan Hadits.

    بَÙ„ِّغُÙˆْا عَÙ†ِّÙŠ ÙˆَÙ„َÙˆْ اَÙŠَØ©ً
    “sampaikanlah dariku walau satu ayat/satu hadits” (HR Bukhori dari Abdullah bin Amr bin al-“Ash)[4]
    Siapa saja yang berpegang pada keduanya (al-Qur’an dan Hadits) secara bersamaan, ia mendapat jaminan Rasul tak akan hidup sesat di dunia dan akhirat.

    B.      KEHATI-HATIAN PARA SAHABAT DALAM MENERIMA DAN MERIWAYATKAN HADITS
    Pada masa ini belum usaha yang resmi untuk menghimpun hadits dalam suatu kitab seperti al-Qur’an. Ini dikarekanakan:
    1)      Agar para muslimin bisa berkonsentrasi dan perhatian belajar pada al-Qur’an terlebih dahulu.
    2)      Para sahabat yang menerima hadits tersebar di seluruh wilayah islam, sehingga sulit mengumpulkan semua secara lengkap.
    3)      Di kalangan sahabat masih berselisih dalam lafadz dan ke-sahih-annya

    C.      UPAYA PARA ULAMA MEN-TAUFIQ-KAN HADITS TENTANG LARANGAN MENULIS HADITS
    Dalam pembukuan hadit, terdapat perselisihan yang dari sudut dzohir nampak adanya kontradiksi.
    KELOMPOK PERTAMA. Menunjukkan adanya larangan rasul dalam menulis hadits. Secara sanad dinilai sahih, namun yang dipermasalahkan apakah hadits ini marfu’ atau mauquf.
    KELOMPOK KEDUA. Hadits tersebut menunjukkan perintah dari rasul untuk menulis hadits-hadits.

    Selain pendapat tersebut, masih ada juga pendapat-pendapat lainnya yang bisa digolongkan menjadi empat,[5] antara lain.
    a)      Hadits dari Abu Said al-Khuduri bernilai mauquf, karena tidak dapat dijadikan hujjah.
    b)      Larangan hadits terjadi pada periode awal islam, dikarenakan keterbatasan tenaga.
    c)       Ada yang beependapat larangan tersebut diberikan pada yang tidak kuat hafalannya.
    d)      Larangan tersebut berbentuk umum yang sasarannya masyarakat banyak.

    Perlu diketahui, Abu Sa’ad al-Khuduri, sahabat yang meriwayatkan hadits larangan menuliskan hadits, sebagaimana dikatakan Al-Khatib al-Bagdadi, ternyata mempunyai banyak catatan-catatan hadits yang diterimanya dari Rasul SAW.[6]


    HADITS PADA MASA TABI’IN
    1.      SIKAP DAN PERHATIAN TABI’IN TERHADAP HADITS
    Pada masa tabi’in terjadi penyebaran hadits yang luas seiring dengan wilayah islam yang semakin luas. Masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadits (intisyar ar-riwayah).

    2.      PUSAT-PUSAT KEGIATAN PEMBINAAN HADITS
    Beberapa sahabat yang meriwayatkan banyak hadits adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah, dan Abi Sa’ad al-Khuduri.[7]

    Madinah
    Para khulafaur Rasyidin
    Makkah
    Mu’adz bin Jabal, Atab bin Asid, Harits bin Hisyam, Usman bin Tallah, dan Utbah bin Harits[8]
    Kuffah
    Ali bin Abi Tholib, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Abdullah bin Mas’ud[9]
    Basrah
    Anas Bin Malik, Abdullah Bin Abbas, Imran Bin Husain, Ma’qal bin Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu Said al-Anshori.[10]
    Syam
    Abu Ubaidah al Jahr, Bilal bin Rabbah, Ubadah bin Shammit, Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu Darda Surahbil bin Hasanah, Khalid bin Walid, dan Iyadh bin Ganam.[11]
    Mesir
    Amru bin Ash, Uqbah bin Amir, Kharizah bin Hudzafah, dan Abdullah bin Harits[12]
    Maghrib dan Andalusia
    Mas’ud bin Aswad al-Balwi, Bilal bin Haris bin Ashim al-Muzani, Salamah bin Akwa, dan Walid bin Uqobah
    Yaman
    Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari[13]
    Khurasan
    Buraidah bin Jusain al-Aslami, al-Hakam bin Amir al-Gifari, Abdullah bin Qasim al-Aslami, dan Qasim bin Al-Abbas

    3.      PARA PENULIS HADITS DI KALANGAN TABI’IN[14]
    Diantara Tabi’in Besar (Kibar at-Tabi’in) yang menuliskan hadits yang diterimanya adalah
    ·         Abban bin Usman bin Affan
    ·         Ibrahim bin Yazid an-Nakha’i
    ·         Abu Salamah bin Abdurrahman
    ·         Abu Qilabah
    ·         Ummu ad-Darda Juhaiman binti Yahya
    ·         Jabir bin Said al-Azdi
    ·         Hamran bin Aban
    ·         Khalid bin Ma’dan
    ·         Zakwan Abu Saleh as-Samman
    ·         Sa’id bin Jubair
    ·         Syurahil bin Syurahbil
    ·         Thawus bin Kaisan al-Yamani
    ·         Ad-Dakhlak
    ·         Abdullah bin Rabbah al-Anshari
    ·         Abdullah bin Humruz
    ·         Ubaidillah bin Rafi’
    ·         Urwah bin az-Zubair
    ·         Ikrimah
    ·         Umar bin Abdul Aziz


    Diantara para Tabi’in Muda (shigar at-Tabi’in) yang menuliskan hadits adalah
    ·         Ibrahim bin Abdul A’la al-Ju’fi
    ·         Ibrahim bin Muslim al-Hajari
    ·         Ishak bin Abdullah
    ·         Ismail bin Abi Khalid al-Ahmasi
    ·         Ayyub bin Abi Tamimah as-Sakhtayani
    ·         Bakir bin Abdillah as-Sysyad
    ·         Tsabit bin Aslam al-Bannani
    ·         Habib bin Salim al-Anshari
    ·         Hushain bin Abdurrahman as-Sulami
    ·         Hafsh bin Sulaiman at-Tamimi
    ·         Hammad bin Abi Sulaiman
    ·         Zaid bin Rafi’
    ·         Nafi bin Yazid

    4.      PERPECAHAN POLITIK DAN PEMALSUAN HADITS
    Peristiwa yang mengkhawatirkan adalah terjadinya pemalsuan hadits yang salah satunya disebabkan oleh perpecahan politik dalam pemerintahan. Kejadian ini menodai originalitas sebuah hadits.
    Perpecahan politik terjadi setelah Perang Jamal dan Perang Shiffin saat kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Tholib. Dari persoalan tersebut memberikan PENGARUH NEGATIF terhadap perkembangan hadits. Yaitu munculnya hadits-hadits palsu (maudhu’) untuk mendukung kepentingan politik tiap kelompok. Sedangkan PENGARUH POSITIF adalah lahirnya rencana dan usaha mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadits sebagai upaya penyelamatan hadits.


    MASA MODIFIKASI HADITS
    Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah VIII Umayyah, melalui intruksinya kepada Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (Gubernur Madinah) dan para ulama Madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadits dari para penghafalnya.
    Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm berhasil mengumpulkan hadits, namun menurut ulama kurang lengkap. Disamping itu, ibn Syihab az-Zuhri berhasil mengumpulkan hadits yang dinilai lebih lengkap oleh para ulama. Namun karya keduanya tidak bisa dinikmati hingga sekarang karena lenyap.

    1.      LATAR BELAKANG PEMIKIRAN MUNCULNYA MODIFIKASI HADITS[15]
    Ada tiga hal yang mendasari. Antara lain sebagai berikut.
    1)      Kekhawatiran hilangnya hadits, dengan wafatnya para penghafal hadits
    2)      Khawatir tercampur antara hadits sahih dengan hadits dhoif
    3)      Karena kawasan islam yang semakin luas

    2.      PEMBUKUAN HADITS DI KALANGAN TABIIN DAN TABIUT TABIIN SETELAH IBNU SYIHAB AZ-ZUHRI
    Setelah az-Zuhri, ada Malik bin Annas (93-179 H) dengan Al-Muwattha’ yang bisa dinikmati hingga sekarang.


    HADITS MASA SELEKSI, PENYEMPURNAAN, DAN
    PENGEMBANGAN SISTEM PENYUSUNAN
    KITAB-KITAB HADITSNYA
    1.      MASA SELEKSI HADITS
    Pada periode sebelumnya mampu memisahkan antara hadits maqhtu dan hadits marfu’, namun belum bisa memilah antara sahih dan dhaif. Para ulama bekerja keras untuk memilah dan meneliti sumber hadits hingga terbentuknya hadits sahih dan hadits dhaif.

    2.      KITAB INDUK YANG ENAM (KUTUBUS SITTAH)
    Satu persatu seleksi muncul hingga Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardzibah al-Bukhari alias “Bukhari” menyusun al-Jami’ ash-Shahih (194-252 H). Disusul dengan Abu Husain Muslim al-Hajaj al-Khusairi an-Nasaburi alias “Muslim” dengan kitab yang disebut juga al-Jami’ ash-Shahih (204-261 H). Kemudian berlanjut dengan as-Sunan yang dikarang Abu Daud Sulaiman bin asy-Syiat bin Ishaq as-Sijistani (202-275 H), Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzi (200-279 H), dan Abu Abdillah ibn Yazid ibn Majjah (207-273 H).

    3.      MASA PEMBANGUNAN DAN PENYEMPURNAAN SISTEM PENYUSUNAN KITAB-KITAB HADITS
    Penyusunan kitab ini terarah pada usaha pengembalian beberapa variasi pen-tadwin­-nan terhadap kitab yang ada. Dengan hal tersebut muncullah Kutub as-Sittah, al-Muwattha’ Malik bin Annas, dan al-Musnad Ahmad bin Hambal. Pengalihan ini guna menyusun kitab-kitab
    ·         jawami’ (pengumpulan hadits menjadi satu karya)
    ·         syarah (kitab komentar dan uraian)
    ·         mukhtashar (kitab ringkasan)
    ·         men-takhrij (mengkaji sanad dan mengembalikan kepada sumbernya)
    ·         athraf (menyusun pangkal hadits sebagai petunjuk materi hadits keseluruhan)
    ·         penyusunan hadits dalam topik tertentu


    [1] Mushtafa as-SIba’I. op. cit. hal 61
    [2] Ajjaj al-Khattib. Ushul. Op. cit. hal 66-69
    [3] Al-Qasimi, op.cit hal 72-74.
    [4] As-Suyuthi. Al-Jami’. Op.cit. hal 126
    [5] Sebagaimana dilakukan Ajjaj al-Khattib
    [6] Muhammad Musthafa al-A’zhami, op.cit. hal 95
    [7] Muhammad Musthafa al-A’zhami, op.cit. hal 163-173 dan 411-480
    [8] Al Hakim. Kitab Ma’rifah Ulum al Hadits. Kairo: Maktabah al-Matnabi. Hal 192
    [9] Ibid
    [10] Ibid
    [11] Ibid
    [12] Ibid
    [13] Ibid
    [14] Muhammad Musthafa al-Azhami, op.cit. hal 143-300
    [15] Shubhi as-Sahih, op.cit. hal 45

    icon allbkg

    Tagged with:

    Next
    Posting Lebih Baru
    Previous
    Posting Lama

    Tidak ada komentar:

    Leave a Reply

Comments

The Visitors says